Kamis, 24 Februari 2011

Iman Versus Takut

Sekali lagi saya hanya mengutip renungan orang lain. Semoga bermanfaat

Yesaya 41:10
"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan."

Takut. seberapa besar kata takut itu menakutkan kita? Kita berhadapan dengan rasa takut hampir setiap hari di setiap lini kehidupan. Mulai dari rasa takut akan kegelapan dan bentuk-bentuk phobia lainnya seperti ketinggian, ruang tertutup, dan sebagainya, takut karena dihantui masa lalu, bahkan takut menghadapi hari depan. Rasa takut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kita. Di satu sisi rasa takut punya dampak positif untuk mengingatkan kita agar jangan gegabah dalam mengambil keputusan atau melakukan sesuatu. Tapi dalam kadar berlebihan atau frekuensi yang tinggi, rasa takut bisa mematikan semangat kita dan membawa kerugian-kerugian lainnya. Bukan hanya kita menjadi tidak bisa bertumbuh, berkembang atau meningkat, tetapi juga bisa mendatangkan masalah-masalah lain seperti gangguan kesehatan dan sebagainya. Sementara kita terus berhadapan dengan berbagai situasi yang bisa mendatangkan ketakutan, apa yang menjadi respon kita? Lari dari keadaan, bersembunyi, mundur, mengeluh, atau pelarian-pelarian lainnya, atau kita dengan tegar menghadapi semuanya dengan iman?

Dengan iman, sebuah kata yang mengacu kepada "dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."(Ibrani 11:1). Tetapi bagi sebagian anjuran untuk berpegang dengan iman bisa terdengar terlalu abstrak. Sementara masalah hadir secara detail dalam berbagai bentuk, bagaimana mungkin menjawab semua itu hanya dengan satu kata: iman? Itu sudah pernah saya dengar beberapa kali. Baiklah, itu bukan masalah. Karena selain memberi jawaban lewat iman, Tuhan juga memberi jawaban secara detail dalam banyak kesempatan, sehubungan dengan jenis-jenis kesulitan yang kita hadapi. Tuhan mengetahui segala penderitaan yang kita alami, Dia peduli terhadap itu semua, dan kabar baiknya, Dia tidak akan pernah mau berpangku tangan membiarkan kita melalui semua itu sendirian.

Ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas besarnya kepedulian Tuhan itu. Dia berfirman, "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (yesaya 41:10). Baca dan renungkan ayat ini berulang-ulang, maka kita akan menyerap sebuah janji yang sangat indah sebagai jawaban atas segala yang kita hadapi. Bukan hanya sekali, tetapi Tuhan sudah berulangkali menegaskan bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian, dan semua itu bisa kita dapati dalam Alkitab. Di sisi lain kita mendapati pula banyak seruan Yesus agar kita tidak takut menghadapi segala sesuatu. Salah satunya berbunyi: "Jangan takut, percaya saja!" (Matius 5:36).

Apa yang menyebabkan rasa takut ini muncul? Mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus ketika menegur murid-muridNya yang dicekam ketakutan. "Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Matius 14:31). Kata-kata ini diucapkan Yesus ketika Petrus mulai panik hampir tenggelam. Kita tentu sudah sangat kenal dengan peristiwa ini. Mungkinkah manusia bisa berjalan di atas air? Tentu tidak. Dan ingatlah bahwa pada saat itu semua murid sedang ketakutan terombang ambing di tengah deru angin yang berlawanan arah dengan perahu mereka. Lihatlah bahwa Yesus hadir dan siap untuk menolong. Di saat seperti itu kehadiran Yesus ternyata membawa mukjizat. Dan Petrus pun kemudian sukses berjalan di atas air, mengatasi badai. Tetapi kita tahu bahwa kemudian ia tenggelam. Apa yang membuatnya tenggelam? "Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" (ay 30). Rasa takut, itulah yang membuat Petrus kemudian gagal. Maka teguran Yesus di atas pun hadir untuk Petrus, untuk murid-muridNya di kapal, dan tentu saja berlaku buat kita hari ini. Rasa takut bisa membuat kita gagal mencapai kemenangan. Rasa takut bisa menghalangi kemajuan bahkan impian kita, ketika rasa takut itu lebih besar dari iman kita.

Dalam ayat-ayat di atas kita bisa melihat adanya keterkaitan sebab akibat antara rasa takut dan percaya. Percaya, itu berbicara mengenai iman. Kurang percaya, atau kurang iman, itu akan membuat rasa takut berkuasa atas diri kita, sehingga bisa menghambat langkah kita. Tidak ada lagi kemenangan, tidak ada lagi sukacita, tidak ada lagi kedamaian, semua bisa dirampas oleh rasa takut apabila kita terus membiarkannya tumbuh dalam diri kita. Ayat bacaan hari ini sudah memberi sebuah jawaban tegas yang berasal dari Tuhan akan janji penyertaanNya. Jika kita percaya dan menggantungkan hidup kita sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan yang menciptakan segalanya dengan sempurna ini, mengapa kita harus takut? Jika Tuhan yang berkuasa di atas segalanya berjanji untuk terus menyertai, meneguhkan, menolong dan memegang kita untuk mencapai kemenangan, mengapa kita harus bimbang dan membiarkan diri kita terus dicekam ketakutan? Keluarlah dari rasa takut itu, dan lakukan itu dengan menumbuhkan iman secara terus menerus dalam diri kita. Besok kita akan melihat apa saja janji Tuhan secara lebih detail untuk menjawab ketakutan-ketakutan kita. Until then, keep the faith, trust Him fully and throw all your fears away.

Takut tidak akan bisa menguasai kita, jika iman yang kita miliki lebih besar dari rasa takut itu.

Tuhan Yesus memberkati

Minggu, 09 Januari 2011

Mulutmu Harimaumu

Posting di bawah ini mengutip renungan yang sering dikirimkan kepada saya. Semoga bermanfaat

Berapa Perkataan Per Hari?

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37)

Seorang teman di sebuah situs jejaring maya menulis di statusnya: "Katanya, wanita mengeluarkan kata-kata 16000-21000 per hari secara rata-rata, sedangkan laki2 hanya 5000-9000. Waduh, kebayang deh nanti setiap kata yang kita ucapkan akan diminta pertanggung jawabannya. Tiap hari, mana yang kira-kira yang mendominasi perkataan kita, kebaikan/keburukan?" Dia benar. Jika ada sebanyak itu kata-kata yang diucapkan setiap hari secara rata-rata, maka besar kemungkinan ada beberapa atau bahkan mungkin banyak dari jumlah itu yang berisikan hal-hal buruk. Gosip, hujatan, hinaan, cercaan, makian, kata-kata negatif, kebohongan, semua itu bagaikan kebiasaan yang mengisi perkataan kita setiap hari. Sebagai pria, mungkin saya bisa beranggapan bahwa saya relatif lebih tenang, karena jumlah kata-kata yang keluar dari pria "hanya" sepertiga dari wanita. Tapi bukankah jumlah itu pun sudah sangat banyak? Dalam sehari saja sudah begitu, bagaimana jika dikalikan jumlah hari dalam hidup kita? Perkataan yang keluar dari mulut kita seringkali tidak kita perhatikan. Kita sibuk menjaga perilaku kita, tidak korupsi, tidak curang dalam bekerja atau berdagang, tidak menyakiti orang lain secara fisik, tetapi lupa bahwa ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita pun tidak terlepas dari pertanggungjawaban kita nanti.

Yesus sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Itu artinya, segala kata yang keluar dari mulut kita, baik yang kita sadari maupun tidak haruslah kita pertanggungjawabkan kelak pada hari penghakiman. Ini jelas merupakan sesuatu yang serius yang harus kita sikapi dengan baik sejak dini. Yakobus sudah menggambarkan betapa buas dan liarnya lidah kita. Ia bahkan menggambarkannya sebagai sesuatu "yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan". (Yakobus 3:8). Mengapa Yakobus menggambarkannya dengan begitu ekstrim? Sebab ini merupakan hal yang serius. Bagaimana tidak, "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).

Jauh sebelumnya kitab Amsal telah banyak memberikan peringatan akan pentingnya menjaga perkataan ini. Salah satunya berbunyi demikian:"Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Semakin banyak kita berbicara, semakin banyak pula peluang untuk mengeluarkan kata-kata yang sia-sia, yang mendatangkan pelanggaran. Jika kita tidak punya kendali sama sekali terhadap perkataan kita, maka berbagai ucapan yang mengarah pada dosa akan sangat mudah keluar dari mulut kita. Dan itu semua kelak biar bagaimanapun tetap harus kita pertanggungjawabkan.

Agur bin Yake pernah memberikan tips menarik. "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!" (Amsal 30:32). Ini mengingatkan kita agar tetap waspada, baik dalam keadaan sadar atau tidak untuk menjaga perkataan kita. Sulit memang, tapi kita harus selalu berusaha untuk menjaga agar jangan sampai perkataan yang sia-sia, negatif dan sebagainya yang mengarah pada dosa keluar dari mulut kita. Untuk itu kita harus selalu menjaga hati kita, "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34b).

Dari ribuan kata yang kita keluarkan perhari, apakah kita sudah mewaspadai bahwa semua itu tidak berisi hal-hal yang bisa mengancam keselamatan kita? Tidak saja untuk hari penghakiman kelak, tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita bisa dijauhkan dari resiko mendapat masalah karena ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita. Pepatah mengatakan "mulutmu adalah harimaumu", itu sungguh benar. Jika tidak hati-hati, kita bisa binasa diterkam oleh apa yang keluar dari mulut kita. Sekali lagi, memang tidak mudah. Namun kita bisa mulai belajar untuk mengendalikan omongan kita dan mengawasi segala sesuatu yang kita ucapkan hari ini juga. Ingatlah bahwa kelak semua harus kita pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, isilah hati kita dengan firman Tuhan dan pikiran-pikiran kita dengan segala sesuatu yang positif. Hiduplah terus bersama tuntunan Roh Kudus yang akan memampukan kita untuk menjaga mulut kita.

Pakailah mulut untuk memperkatakan firman Tuhan, bersyukur dan memberkati orang lain